Kamis, 15 September 2011

#PostingEdisiPengalauan3

Yang Bikin Postingan : Unknown di 22.45
Kadang-kadang perlu rasanya untuk mengeluarkan apa yang ada di hati lewat tulisan. Apalagi rasanya sudah menyesak di dada. Cuma apa yang harus di tulis, bingung tidak tahu mau nulis apa, tapi rasanya memang perlu menulis. Aneh memang. Tapi begitulah, Andai saja otak kita punya tombol “print” mungkin gampang saja mengeluarkan isi otak kita. Tinggal pencet print terus select subject, langsung keluar apa yang mau kita ungkapkan dalam tulisan. Sayang, otak kita cuma bisa memerintah si tangan untuk bergerak sesuai yang diperintahkan. Tapi ya itu tadi, tidak semua yang kita mau bisa langsung dituangkan dalam tulisan.



Membaca tulisan di Koran-koran, majalah atau novel sastra, itu memicu saya untuk menulis hal-hal yang berbau sastra. Misalnya mencoba menulis tentang Pintu seperti karya salah seorang penulis muda terkenal. Tapi kok setelah dicoba malah Cuma jadi judul saja ”Pintu” begitu. Mau ditambahin apalagi, “tempat keluar masuk orang” atau ditambahi kata “jendela” ah, pusing. Memang sepertinya saya tidak punya bakat menulis. Apalagi yang berbau sastra. Setelah itu saya mencoba menulis novel remaja. Ikut-ikutan trend?? Memang. Tidak tahu kenapa tapi memang setelah membaca sejumlah novel “chicklit” dan “teenlit” kayaknya kok jadi ingin sekali menulis cerita-cerita remaja. Lucunya, ketika sudah duduk di depan computer, sepertinya semua ide-ide tentang cerita remaja kok langsung menguap begitu saja. Kemana perginya ya, pikir saya. Buntu.. Cuma itu yang ada di otak saya.

Dulu sekali ketika saya masih SD, saya pernah menulis cerita tentang kisah si penjual es. Cerita itu terkenang-kenang sampai sekarang., tapi ya itu saya lupa di mana saya taruh tulisan itu. Kata Ibu Guru saya waktu itu, saya punya kemampuan menulis yang besar. Beranjak dewasa, sepertinya saya terlalu sibuk dengan kegiatan-kegiatan saya. Dari mulai pramuka, PMR, drumband sampai jurnalistik saya tekuni.; Waktu untuk menulis? Tentu saja tidak ada. Energi saya rasanya terkuras untuk kegiatan-kegiatan sekolah. Kesukaan yang tidak berubah adalah kecintaan saya pada buku.

Kembali di depan computer saya masih bingung harus menulis apa. Tapi lagi-lagi saya diganggu pikiran-pikiran “kenapa harus menulis??, “apa itu suatu keharusan?? Apakah ada tuntutan untuk menulis?” Ah suara-suara kecil dari kepala saya kadang-kadang memang menyurutkan keinginan saya untuk menulis. Memang tidak ada seorangpun yang memaksa saya menulis, tapi kok rasanya aneh sekali, akhir-akhir ini saya merasa mempunyai dorongan kuat untuk menulis.

Masih bingung mau nulis apa. Kembali ke depan Komputer (untuk kesekian kalinya) aku terbayang mama, papa, adit, mbo dan amaik. Tanpa terasa tangan saya sudah mengetikan cerita-cerita tentang mereka. Ah, selesai sudah, lega rasanya. Puas hati saya, akhirnya keluar juga yang ada di dalam dada.

Sumber : http://www.resensi.net/

0 komentar:

Posting Komentar

 

Burung Pipit Berkicau